DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
Desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi visual yang
menggunakan gambar untuk
menyampaikan informasi atau pesan dengan seefektif
mungkin. Pada awalnya, desain grafis diterapkan untuk media media statis,
seperti buku, majalah, dan brosur. Seiring dengan perkembangan jaman, desain
grafis juga diterapkan dalam media elektronik, yang sering disebut sebagai
desain interaktif atau desain multimedia.
Di Indonesia, Desain grafis dan cabang desain lainnya hadir
berkat digalakannya kolonialisasi. Pada masa pendudukan Belanda,
pemerintahannya pernah menunjuk beberapa seniman untuk melakukan studi
landscape di Indonesia untuk merekam eksotisme negara ini yang kemudian
dituangkan dalam karya lukisan yang berkesan romantis dan beberapa teknk cetak
seperti wood engraving dan lithography. Karena memang pada masa ini seni rupa
Barat sedang merayakan romantisme yang kajian visualnya seringkali ditujukan
pada landscape dan peristiwa heroik, yang dikenal dengan istilah ‘mooi indie’,
atau hindia yang cantik. Berangkat darinyalah desain grafis mulai diperkenakan
secara tidak langsung kepada rakyat Indonesia. penguasaan teknik cetak pun
bukan dari akademi, namun sebatas dari obrolan dan interaksi dengan orang
asing.
- Faber-schleider
Mesin cetak merk ‘Faber & Schleider’ yang diduga diimpor
pertama kali di wilayah Hindia Belanda dan pertama kali di datangkan ke pulau
Jawa pada tahun 1659. Karena tidak ada operatornya, mesin itu menganggur sampai
berpuluh-puluh tahun. Tujuan misionaris mendatangkan mesin cetak erat kaitannya
dengan niat mereka untuk mencetak kitab suci dan buku-buku pendidikan Kristen.
Selain mencetak kitab suci, mereka juga menerbitkan surat kabar berhaluan
pendidikan Kristen.
- Gert Dumbar
Pada tahun 1977, Gert Dumbar, seorang desainer grafis
Belanda memperkenalkan istilah semiotika dan komunikasi visual di FSRD ITB.
Menurutnya, desain grafis tidak hanya menangani desain untuk percetakan tetapi
juga moving image, display dan pameran. Sejak tahun 1979, istilah desain
komunikasi visual mulai dipakai menggantikan istilah desain grafis. Akhir 1970
dan seterusnya, tumbuh perusahaan-perusahaan desain grafis yang sepenuhnya
dipimpin oleh desainer grafis. Berbeda dengan biro iklan, perusahaan-perusahaan
ini mengkhususkan diri pada desain-desain non-iklan, beberapa di antaranya
adalah Vision (Karnadi Mardio), Grapik Grapos Indonesia (Wagiono Sunarto,
Djodjo Gozali, S Prinka dan Priyanto Sunarto), Citra Indonesia (Tjahjono Abdi
dan Hanny Kardinata) dan GUA Graphic (Gauri Nasution). Di Bandung sebelumnya
sudah ada design center Decenta yang didirikan pada tahun 1973, antara lain
oleh AD Pirous, T Sutanto, Priyanto Sunarto, yang walau lebih mengandalkan pada
disiplin seni grafis juga menangani beragam produk desain grafis, mulai sampul
buku, kartu ucapan, logo, kalender, pameran dan elemen estetis gedung.
Periode awal 1980 mencatat perkembangan jumlah perusahaan
desain grafis yang cukup signifikan di Jakarta, antara lain: Gugus Grafis (FX
Harsono, Gendut Riyanto), Polygon (Ade Rastiardi, Agoes Joesoef), Adwitya
Alembana (Iwan Ramelan, Djodjo Gozali), dan di Bandung: Zee Studio (Iman
Sujudi, Donny Rachmansjah), MD Grafik (Markoes Djajadiningrat), Studio “OK!”
(Indarsjah Tirtawidjaja dkk), dll.
Pada masa ini, studio mana pun ‘dituntut’ bisa mengerjakan
pekerjaan apa pun, klien datang dengan pekerjaan mulai dari desain logo sampai
kepada ilustrasi sampul kaset, desainer bak superman atau superwoman. Studio
grafis tidak punya pilihan lain supaya bertahan hidup.
Ilustrasi menggunakan teknik air brush, dengan gaya
hyper-realism dan Pop Art menjadi trend waktu itu, sejalan dengan perkembangan
ilustrasi di dunia maju (majalah “Tempo” dan “Zaman” adalah dua penerbitan yang
mengakomodasi teknik ini untuk sampulnya). Air brush gun, pensil, kuas, cutter,
Cow Gum, Spraymount dan huruf gosok Letraset/Mecanorma adalah alat-alat yang
lazim bertengger di meja kerja desainer waktu itu.
Salah satu desainer yang mempopulerkan aliran Pop Art dengan
teknik air brush adalah Tony Tantra. Tony Tantra menggunakan media kaos yang
dijualnya di Bakungsari, Kuta, pada akhir 80an, dengan label “Tony
Illustration”. Tony, bersama Harris Purnama dan Gendut Riyanto dulunya pengisi
rubrik Pop Art di majalah Aktuil dengan editor tamu Jim Supangkat.
Menjelang akhir 1990-an, konsepsi baru seni global yang
diberi tajuk postmodernisme yang digalakan sampai sekarang ini membawa arus
perubahan dan kebaruan yang radikal dan kritis pada seni rupa Indonesia, tidak
terlepas seni grafis. Penyampaian idea yang dimiliki seiman pada karya
dituangkan pada media dan material yang dianggap tidak lazim pada masanya.
Seperti lahirnya performance art, instalasi, dan media lainnya yang unik dan
mengundang kontroversi. Seperti pada Bienalle IX Jogja yang sebagian besar
karyanya merayakan kehadiran potmodernisme dengan menjatuhkan pilihan pada
instalasi. Meskipun begitu, seniman grafis tetap mencoba memadukan teknik
grafis dengan media asing yang dinamai instalasi, sepreti yang dilakukan Marida
Nasution pada pameran ‘Taman Plastik’, Tisna Sanjaya dengan instalasinya yang
berjudul ‘Seni Grafis dan Sepakbola’, dan beberapa seniman lainnya yang mencoba
tetap menyisipkan corak seni grafis yang membentuk proses penciptaan karyanya
bersanding dengan arus deras kritisisme postmodernisme.
Lebih jauh lagi, eksplorasi media seni grafis kian
berkembang didukung oleh laju perkembangan teknologi yang kian pesat juga.
Teknologi-teknologi grafis mutakhir pun seperti c-print, digital print, dll
mulai dipertanyakan konvensinya. Beberapa pihak mencoba untuk mengamini hal
tersebut, namun banayak pihak yang ‘keukeuh’ menyuarakan seni grafis
konvensional lebih bernilai daripada seni grafis dengan media cetak mutakhir,
dengan anggapan terlalu mudahanya reproduksi yang ditawarkan media cetak baru
yang disokong teknologi sehingga dianggap makin menjauhkan dan membei jarak
seniman dari karyanya. Namun kalangan postmodernisme yang ekletis beranggapan
bahwa penciptaan karya seni tidak lagi dibatasi pada konvensinya, namun sejauh
apa seniman mampu mempertanggung jawabkan pemilihan penuangan ide karya pada
jenis media.
Selain perkembangan historikal di atas, hal menarik yang
terlihat pada perkembangan seni grafis Indonesia juga tampak pada dialog
Jogja-Bandung yang selalu hangat dibicarakan sampai saat ini, seperit pada seni
lukis, seni grafis pun mulai menampakkan kecenderungan karya yang berbeda antar
seniman Jogja dan Bandung. Secara umum, dari masa Sudjojono, bapak seni lukis
modern Indonesia, kecenderungan mazhab kedua kota ini memang berbeda, Jogja
yang lekat dengan kaitan seni dengan kehidupan sosial kemasyarakatan dan
Bandung dengan perayaan modernism pada karyanya. Pun pada akademi seni yang
dikembangkan oleh kedua kelompok seniman yang telah memiliki perbadaan visi
ini, Sekolah Guru Gambar yang kemudian menjadi ITB, dan ASRI yang kemudian
menjadi ISI Jogja. Perbedaan visi yang diturunkan para pendir akademi ini
kemudian berkembang dan kian mengerucut, sehingga kedua kecenderungan ini ramai
dibicarakan. Khususnya pada seni grafis, kecenderungan penggunaan media pun
mulai terlihat, hal ini boleh jadi disebabkan oleh ketersediaan mesin cetak dan
alat pendukung lainnya dalam berkarya seni grafis. ITB, dikenal sebgai
institusi yang memiliki mesin terlengkap di Indonesia melahirkan seniman yang
diberi kesempatan lebih untuk mengeksplorasi teknik grafis, sementara di Jogja,
kelangkaan mesin cetak datar dan kurang fungsionalnya mesin cetak dalam kemdian
megantarkan senimannya untuk amat menggeluti teknik cetak tinggi. Serigrafi,
kemudian menjadi media yang diminati kedua polar ini, karena kemudahan dalam
pengayaan media pendukungnya, namun tetap memiliki kecenderungan yang berbeda
dalam penyajian karyanya. Keterbatasan mesin ini kemudian tidak dikeluhkan para
penggrafis Jogja, mereka dengan giarnya menggeluti cukil kayu hingga mencapai
penguasaan teknis yang dapat dinilai amat baik. sementara di bandung, tradisi
kesadaran media menjadi hal yang sering dipertanyakan pada senimannya, karena keleluasaan
dalam pemilihan teknik cetak yang digunakan.
Seni grafis kontemporer Indonesia adalah cabang seni yang
dinilai amat kaya, baik secara visual mauoun ide yang diutuangkan senimannya.
proses berkarya grafis kemudian mempengaruhi kecenderungan berkarya para
senimannya kemudian melahirkan seniman yang memiliki pola kerja yang teratur
dan pemikiran yang terstruktur. Perkembangan seni grafis kontemporer Indonesia
kiranya dinilai amat berkembang dengan baik, eskplorasi teknis diaplikasikan
pada media yang dianggap kurang lazim dalam penyajian karya grafis. Dari
kertas, kanvas, kayu, bahkan akrilik. Perayaan teknologi pun memberikan banyak
opsi yang sangat banyak bagi seniman grafis untuk berkarya. Bahkan lebih jauh
lagi, pereneungan kontemplatif seniman kemudian melahirkan penyajian karya yang
menggunakan teknik cetak secara filosofis.
2. Pengertian DKV
Desain komunikasi visual atau lebih dikenal di kalangan
civitas akademik di Indonesia dengan singkatan DKV pada dasarnya merupakan
istilah penggambaran untuk proses pengolahan media dalam berkomunikasi mengenai
pengungkapan ide atau penyampaian informasi yang bisa terbaca atau terlihat.
Desain Komunikasi Visual erat kaitannya dengan penggunaan tanda-tanda (signs),
gambar (drawing), lambang dan simbol, ilmu dalam penulisan huruf (tipografi),
ilustrasi dan warna yang kesemuanya berkaitan dengan indera penglihatan.
Proses komunikasi disini melalui eksplorasi ide-ide dengan
penambahan gambar baik itu berupa foto, diagram dan lain-lain serta warna
selain penggunaan teks sehingga akan menghasilkan efek terhadap pihak yang
melihat. Efek yang dihasilkan tergantung dari tujuan yang ingin disampaikan
oleh penyampai pesan dan juga kemampuan dari penerima pesan untuk
menguraikannya.
3. Elemen DKV
Christine Suharto Cenadi (1999:5) menyebutkan bahwa
elemen-elemen desain komunikasi visual diantaranya adalah tipografi, ilustrasi,
dan simbolisme. Elemen-elemen ini dapat berkembangan seiring dengan
perkembangan teknologi dan penggunaan media.
a. Tata Letak Perwajahan (Layout)
Pengertian layout menurut Graphic Art Encyclopedia
(1992:296) “Layout is arrangement of a book, magazine, or other publication so
that and illustration follow a desired format”. Layout adalah merupakan
pengaturan yang dilakukan pada buku, majalah, atau bentuk publikasi lainnya,
sehingga teks dan ilustrasi sesuai dengan bentuk yang diharapkan.
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa: “Layout includes
directions for marginal data, pagination, marginal allowances, center headings
and side head, placement of illustration.” Layout juga meliputi semua bentuk
penempatan dan pengaturan untuk catatan tepi, pemberian gambar, penempatan
garis tepi, penempatan ukuran dan bentuk ilustrasi. Menurut Smith (1985) dalam
Sutopo (2002:174) mengatakan bahwa proses mengatur hal atau pembuatan layout
adalah merangkaikan unsur tertentu menjadi susunan yang baik, sehingga mencapai
tujuan.
b. Tipografi
Menurut Frank Jefkins (1997:248) tipografi merupakan:
“Seni memilih huruf, dari ratusan jumlah rancangan atau
desain jenis huruf yang tersedia, menggabungkannya dengan jenis huruf yang
berbeda, menggabungkan sejumlah kata yang sesuai dengan ruang yang tersedia,
dan menandai naskah untuk proses typesetting, menggunakan ketebalan dan ukuran
huruf yang berbeda. Tipografi yang baik mengarah pada keterbacaan dan
kemenarikan, dan desain huruf tertentu dapat menciptakan gaya (style) dan
karakter atau menjadi karakteristik subjek yang diiklankan.”
Wirya (1999:32) mengatakan bahwa beberapat tipe huruf
mengesankan nuansa-nuansa tertentu, seperti kesan berat, ringan, kuat, lembut,
jelita, dan sifat-sifat atau nuansa yang lain.
c. Ilustrasi
Ilustrasi dalam karya desain komunikasi visual dibagi
menjadi dua, yaitu ilustrasi yang dihasilkan dengan tangan atau gambar dan
ilustrasi yang dihasilkan oleh kamera atau fotografi. Menurut Wirya (1999:32)
ilustrasi dapat mengungkapkan sesuatu secara lebih cepat dan lebih efektif
daripada tekas.
Fungsi ilustrasi menurut Pudjiastuti (1997:70) adalah:
“Ilustrasi digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pesan
dengan tepat dan cepat serta mempertegas sebagai terjemahan dari sebuah judul,
sehingga bisa membentuk suatu suasana penuh emosi, dari gagasan seakan-akan
nyata. Ilustrasi sebagai gambaran pesan yang tak terbaca dan bisa mengurai
cerita berupa gambar dan tulisan dalam bentuk grafis informasi yang memikat.
Dengan ilustrasi, maka pesan menjadi lebih berkesan, karena pembaca akan lebih
mudah mengingat gambar daripada kata-kata.
d. Simbolisme
Simbolisme sangat efektif digunakan sebagai sarana informasi
untuk menjembatani perbedaan bahasa yang digunakan karena sifatnya yang
universal dibanding kata-kata atau bahasa. Bentuk yang lebihh kompleks dari
simbol adalah logo. Logo merupakan identifikasi dari sebuah perusahaan karena
logo harus mampu mencerminkan citra, tujuan, jenis, serta objektivitasnya agar
berbeda dari yang lainnya. Farbey (1997:91) mengatakan bahwa banyak iklan
memiliki elemen-elemen grafis yang tidak hanya terdapat ilustrasi, tetapi juga
terdapat muatan grafis yang penting seperti logo perusahaan atau logo merek,
simbol perusahaan, atau ilustrasi produk.
e. Warna
Warna merupakan elemen penting yang dapat mempengaruhi
sebuah desain. Pemilihan warna dan pengolahan atau penggabungan satu dengan
lainnya akan dapat memberikan suatu kesan atau image yang khas dan memiliki
karakter yang unik, karena setiap warna memiliki sifat yang berbeda-beda.
Danger (1992:51) menyatakan bahwa warna adalah salah satu dari dua unsur yang
menghasilkan daya tarik visual, dan kenyataannya warna lebih berdaya tarik pada
emosi daripada akal.
f. Animasi
Penggunaan unsur-unsur gerak atau disebut animasi khususnya
dalam multimedia akan menimbulkan kesan tersendiri bagi yang melihatnya.
Istanto (2001:61) mengatakan bahwa konsep dari animasi menggambarkan gerak
sehingga dapat mendukung tampilan secara lebih dinamis.
Berdasarkan teknis pembuatannya, animasi dibagi menjadi dua,
yaitu:
• Animasi dua dimensi (2D), adalah animasi yang berkesan
datar (flat), baik itu karakter maupun warnanya.
• Animasi tiga dimensi (3D), adalah karakter yang dibuat
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan adanya kesan mendalam atau
berdimensi ruang.
Penggunaan animasi dalam sebuah desain multimedia dapat
menjadikan tampilan menjadi lebih menarik dan dinamis. Pemilihan jenis animasi
yang digunakan bergantung pada kebutuhannya sehingga desaian yang dihasilkan
dapat lebih efektif dan efisien.
g. Suara
Suara merupakan elemen pendukung yang digunakan untuk lebih
menghidupkan suasana interaksi. Dalam multimedia interaktif, suara dibedakan
menjadi dua, yaitu suara utama dan suara pendukung. Suara utama adalah suara
yang mengiringi pengguna selama interaksi berlangsung, sedang suara pendukung
merupakan suara yang terdapat pada tombol-tombol
4. Pemanfaatan DKV
1. Media hiburan
Dapat digunakan untuk membuat sebuah karakter kartun atau ilustrasi kemudian dibuatkan jalan cerita.
2. Media Pengumuman
Membuat pengumuman dengan tipografi yang bagus dan ditambah dengan
gambar menarik akan lebih nyaman dilihat orang dalam sebuah pengumuman.
3. Media Promosi
Membuat sebuah iklan atau sebuah promosi barang tertentu dengan
tipografi yang bagus dan ditambah dengan gambar menarik akan lebih
menarik customer bila kita sedang mempromosikan sesuatu.
4. Media Presentasi
Membuat Power point untuk keperluan presentasi apapun akan lebih baik bila ditambah elemen-elemen DKV yang bagus.
Sources:
http://ikhsanazizudin.wordpress.com/2012/12/10/pekembangan-desain-di-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Desain_komunikasi_visual
https://belajarmultimedia.wordpress.com/2010/09/16/elemen-elemen-desain-komunikasi-visual/